Menu Tutup

Johnan Legendarian: Sang Petualang Legendaris Pemburu Emas!

Johnan Legendarian

Johnan Legendarian – Debu gurun menyengat mata, perihnya bikin air mata keluar tanpa permisi. Tapi peduli setan! Di depan sana, samar-samar terlihat El Dorado, eh bukan, tapi deposit emas legenda, atau setidaknya, begitulah bisikan angin yang membawaku ke tempat terpencil ini. Namaku? Panggil saja aku Johnan Legendarian, si pemburu mimpi yang sedikit nekat, dan sangat tergila-gila dengan kilau logam mulia.

Mungkin kalian bertanya-tanya, kenapa aku bisa sampai di padang pasir sejauh ini, bermodalkan topi lusuh, peta yang sobek di sana-sini, dan semangat membara? Ceritanya panjang, deh. Tapi intinya, semua berawal dari obrolan iseng di warung kopi pinggir jalan. Seorang kakek tua, yang katanya bekas penambang, nyeletuk tentang legenda Johnan Legendarian dan tambang emas tersembunyi yang dijaganya. Awalnya aku cuek, tapi kok ya penasaran juga.

Setelah riset sana-sini, ketemu lah beberapa petunjuk samar di buku-buku kuno. Semacam kode rahasia gitu, deh. Butuh waktu berbulan-bulan untuk memecahkannya. Dan hasilnya? Sebuah lokasi di tengah gurun yang katanya jarang dijamah manusia. Modal nekat, aku pun berangkat.

Perjalanan ini nggak mudah, bro. Panasnya minta ampun, air minum nyaris habis, dan yang paling bikin ngeri, aku sempat salah arah. Bayangin aja, udah jalan jauh, eh ternyata muter-muter di tempat yang sama. Sempat kepikiran buat nyerah, sih. Tapi, ingat kilau emas yang membayang di depan mata, semangatku langsung terpompa lagi.

Singkat cerita, akhirnya aku sampai di lokasi yang ditunjukkan peta. Sebuah gua tersembunyi di balik tebing curam. Jantungku berdebar kencang. Inikah akhir dari pencarian panjangku? Dengan langkah hati-hati, aku memasuki gua itu. Gelap, pengap, dan bau tanah yang menyengat. Tapi, di kejauhan, terlihat secercah cahaya.

Semakin dekat, semakin jelas cahaya itu. Dan… WOW! Mataku langsung terbelalak. Di hadapanku, terhampar tumpukan… batu! Bukan, bukan emas batangan seperti yang kubayangkan. Tapi, bongkahan-bongkahan batu kuarsa yang berkilauan. Di dalamnya, tersembul butiran-butiran emas yang jumlahnya lumayan juga.

Aku nggak tahu harus senang atau kecewa. Jauh dari bayanganku tentang gunung emas ala film-film petualangan. Tapi, ini tetap emas! Hasil jerih payahku selama ini. Aku mulai mengumpulkan butiran-butiran emas itu ke dalam tas ranselku. Lumayan juga, buat beli kopi seumur hidup, hehe.

Tapi, ada yang aneh. Semakin lama, semakin aku merasa ada yang mengawasi. Bulu kudukku merinding. Tiba-tiba, dari balik kegelapan, muncul sesosok… kelelawar raksasa! Ukurannya sebesar anjing herder. Matanya merah menyala, menatapku dengan garang.

Sontak aku kaget bukan kepalang. Spontan aku teriak, “Aduh, ampun, Tuan Kelelawar! Saya cuma numpang lewat, kok!” Eh, tapi kelelawar itu malah makin mendekat. Giginya terlihat tajam, siap menerkamku. Tanpa pikir panjang, aku langsung lari terbirit-birit. Meninggalkan tas ransel berisi emas yang baru saja kukumpulkan.

Nggak tahu berapa lama aku berlari. Yang jelas, napasku sudah tersengal-sengal, kaki terasa mau copot. Akhirnya, aku berhasil keluar dari gua itu. Dengan perasaan campur aduk. Senang karena selamat, tapi juga sedih karena kehilangan emas.

Sesampainya di kota terdekat, aku mampir ke warung kopi. Duduk termenung sambil menyesap kopi pahit. Tiba-tiba, seorang bapak-bapak menghampiriku. Dia bertanya, “Kamu yang kemarin masuk ke gua itu, ya? Gua Johnan Legendarian?” Aku mengangguk lesu.

“Gua itu memang menyimpan emas. Tapi, bukan emas biasa. Emas itu dijaga oleh roh penunggu. Siapa pun yang serakah, pasti akan celaka,” kata bapak itu. Aku terdiam. Mungkin, aku terlalu fokus pada emas, hingga lupa menghormati alam.

Sejak saat itu, aku belajar satu hal penting. Bahwa petualangan bukan hanya tentang mencari harta karun. Tapi juga tentang menghargai alam, menghormati tradisi, dan yang terpenting, belajar dari kesalahan. Soal emas? Ya sudahlah. Mungkin memang belum rezekiku. Tapi, pengalaman ini jauh lebih berharga daripada segepok uang.

Beberapa waktu lalu, aku sempat kembali ke gua itu. Bukan untuk mencari emas, tapi untuk meminta maaf. Aku menabur bunga di depan gua, sebagai tanda penghormatan. Dan anehnya, setelah itu, hatiku terasa lebih tenang. Mungkin, roh penunggu itu sudah memaafkanku.

Sekarang, aku masih berpetualang. Tapi, dengan tujuan yang berbeda. Aku ingin menjelajahi tempat-tempat baru, bertemu orang-orang baru, dan belajar hal-hal baru. Soal emas? Itu urusan nanti. Yang penting, aku bahagia dengan apa yang kulakukan.

Oh iya, satu lagi. Soal nama Johnan Legendarian, ternyata itu bukan nama asli kakek penambang itu. Itu cuma julukan yang diberikan teman-temannya, karena dia sering bercerita tentang legenda-legenda kuno. Aku sempat ketawa ngakak waktu tahu kenyataan itu. Tapi, ya sudahlah. Julukan itu sudah melekat padaku. Dan aku bangga menyandangnya.

Jadi, begitulah ceritaku. Seorang Johnan Legendarian, si pemburu mimpi yang sedikit nekat, dan sangat tergila-gila dengan kilau logam mulia. Tapi, sekarang aku lebih menghargai petualangan itu sendiri. Emas hanyalah bonus. Pertanyaannya sekarang, kira-kira petualangan apa lagi ya yang menantiku di depan sana? Ada ide?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *